THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Monday 13 August 2012

MANTERA

MANTERA

Istilah mantera berasal daripada kata mantramantr, atau matar, dalam Bahasa Sanskrit yang bermaksud nyanyian memuja tuhan atau pemujaan penyebutan kata-kata tertentu bagi memperolehi sesuatu yang dihajatkan yang mempunyai kesamaan dengan jampi serapah, tawar, sembuh, cuca, puja, dan takal. Keakraban masyarakat Melayu silam denganalam sekitar mendorong kepada timbulnya kepercayaan-kepercayaan bahawa alam sekitar mempunyai pengaruh dan kuasa yang menentukan sesuatu perkara dalam kehidupan mereka. Kepercayaan ini berkait rapat dengan pengaruh animisme yang diwarisi secara turun-temurun. Dari situ timbullah unsur-unsur kuasa magis seperti semangat dan roh yang dianggap sebagai memberi kesan kepada sesuatu perkara yang dihajati secara langsung kepada unsur-unsur magis tersebut. Pawang atau bomoh adalah ahli-ahli penting yang menguasai dan mengamalkan mantera. Mereka membaca mantera dengan nadairama, dan tekanan suara yang tertentu sesuai dengan tujuan perbomohan atau sesuatu perkara yang dihajati.
Mantera tergolong dalam kelompok puisi, kerana pengucapan dalam bentuk mantera menggunakan kata-kata yang tersusun dalam bentuk rangkap, mempunyai makna yang tersirat, bahasa yang padat puitis. Mantera boleh digolongkan sebagai sejenia puisi Melayu tradisional berbentuk bebas, kerana tidak terikat kepada jumlah baris yang sama dalam satu-satu rangkap, manakala rima askihrnya pula tidak tetap.

FUNGSi

Fungsi Mantra
Mantra sebagai salah satu bentuk folklor mempunyai empat fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dalam konteks ini, pranata dimaknai sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi beserta adat istiadat dan sistem norma yang mengaturnya., serta seluruh perlengkapannya. guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam kehidupan. 
Setiap tradisi memiliki pranata sosial sendiri sesuai konteks dinamika budaya yang bersangkutan. Menurut Herusatoto (1985), setiap tradisi atau adat istiadat mempunyai empat tingkatan, yakni: (1) tingkat nilai budaya, (2) tingkat norma-norma, (3) tingkat hukum, (4) tingkat aturan khusus. 
Tujuan pemanfaatan mantra merupakan bentuk kompensasi dari ketidakberdayaan orang memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pranata formal. Oleh karena pranata formal tidak mampu menampung konflik-konflik dalam masyarakat, kompensasinya muncul pranata-pranata sosial tradisional yang mampu menyelesaikan konflik-konflik tersebut dengan karakternya masing-masing. (positif-negatif). Hal tersebut akhirnya membudaya dan bahkan diwariskan kepada generas penerus. Hal ini sesuai dengan pendekatan psikologitik yang dinyatakan oleh Sutardja (1996) bahwa secara naluriah suatu kelompok etnik telah memiliki mekanisme dalam menghadapi dan memecahkan problema-problema sosial budaya yang diwarisi dari nenek moyangnya. Implikasinya dari relevansi secara psikologis ini ialah bahwa manusia memerlukan pegangan batin untuk menghadapi masalah-masalah sosial budaya. Bila mekanisme pegangan batin semacam itu macet., semakin berat masalah yang akan dihadapinya. 
Dengan demikian, penilaian bijak terhadap potensi mantra tidak seharusnya dilakukan secara normatif hitam-putih, melainkan harus diposisikan dalam moralitas budaya yang kontekstual. 
Mantra Putih Bentuk Kidung
Kidung ialah nyanyian, lagu, atau syair yang dinyanyikan, disebut juga puisi (dalam tembang Jawa). Menurut Zoetmulder (1983:142), kidung adalah sejenis puisi jawa pertengahan yang mempergunakan metrum-metrum asli jawa. Misalnya Kidung rumeksa ing wengi, tembang Dandhanggula. Kidung mantra ini diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Karena kedekatannya dengan rakyat membuat Sunan Kalijaga sering dimintai pertolongan untuk mengobati orang sakit, dimintai doa-doa dan tolak bala. Kemudian Sunan Kalijaga memberi mereka doa (mantra) berupa Kidung Rumeksa Ing wengi.(Hariwijaya, 2007).
Inti laku pembacaan mantra ini adalah agar kita senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat. Dengan demikian, kita dituntut untuk senantiasa berbakti, beriman, dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
Mengenai Fungsi kidung secara eksplisit tersurat dalam kalimat kidung itu, yang antara lain: penyembuhan segala macam penyakit, pembebas pageblug, mempercepat jodoh bagi perawan tua, penolak bala di malam hari, seperti teluh, santet, hama, dan pencuri, menang dalam perang, memperlancar cita-cita luhur dan mulia. 
Kidung ini terdiri atas sembilan bait yang disertai laku dan fungsi pragmatisnya secara spesifik. Bagian pertama terdiri dari lima bait yang wajib diamalkan setiap malam. Bagian kedua, terdiri dari empat bait berupa petunjuk menyertai laku dan wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mengamalkannya. Berikut contoh kutupan sebagian mantra Kidung Rumeksa Ing Wengi; 


CONTOH MANTERA

Semut mneyerap dimulutku,
gerak gering harimau garang ,
cekam terkam anjing tunggal,
turun kau darah penakut,
naik aku darah berani,
menyerap-nyerap dihatiku,
seminga-minga dimukaku,
berkat aku memakai perindang Ali,
guru aku kabul aku pun kabul,
kabul baginda Rasulullah.



TEROMBA

TEROMBA

Teromba merupakan ungkapan berirama yang kelazimannya mengenai adat sebagai panduan atau amalan adat sesuatu masyarakat. Ia merupakan sejenis puisi bebas yang mungkin mempunyai bentuk lain seperti pantunsyairrubai dan talibun tetapi isi dan fungsinya merujuk kepada satu bidang tetap, iaitu adat. Puisi ini dikenali juga sebagai puisi adat. dan dikatakan berasal daripada masyarakat Minangkabau (MinangTambo).

STRUKTUR

Teromba tergolong sebagai puisi tidak terikat kepada kata perbilangan. Teromba ada yang berangkap dan ada yang tidak. Jumlah perkataan dan suku katanya dalam sebaris tidak tentu. Begitu juga dengan rima dan jedanya.

FUNGSI


  • Bagi memberi panduan dan pengajaran mengenai cara hidup atau sistem hidup bermasyarakat yang baik dan harmoni melalui adat, peraturan dan undang-undang yang dibentuk.
  • Mengekalkan norma-norma yang tertentu di dalam masyarakat yang telah dipersetujui oleh anggota masyarakat itu sejak turun-temurun.

CONTOH

Adat Tonggak Nilai
Tatkala
Kampung sudah bersudut,
sawah sudah berjenjang,
Pucuk sudah meliuk,
Pinang sudah berjejer,
Adat dengan pusaka diadakan, iaitu:
Alam beraja,
Luak berpenghulu,
Suku bertua,
Anak buah beribu buapak,
Orang semenda bertempat bersemenda,
Kunci anak buah ibu buapak,
Kunci luak penghulu,
Kunci alam raja.
Adat nang berjenjang naik,
Bertangga turun:
Berlukis, berlembaga,
Berturas, bertauladan.
Pulai nang berpangkat naik,
Manusia berpangkat turun.
Kambing biasa membebek,
Kerbau biasa menguak,
Ayam biasa berkokok,
Murai biasa berkicau,
Penghulu biasa menghukum adat,
Alim biasa menghukum syarak,
Hulubalang biasa menjarah,
Juara biasa melepas,
Saudagar biasa bermai bungkal teraju,
Perempuan biasa berusahakan benang dan kapas.
Raja sekeadilan,
Penghulu seundang,
Tua selembaga,
waris sepusaka,
Ibu buapak seadat,
Tempat semenda seresam,
Raja berdaulat,
Penghulu berandeka,
Raja bertitah,
Penghulu bersabda,
Raja berkhalifah,
Penghulu bersuku,
Undang Berkelantasan,
Lembaga bersekat,
Raja Bersejarah,
Penghulu bersalasilah,
Lembaga berteromba,
Raja berdaulat dalam alamnya,
Penghulu bernobat dalam sukunya,
Buapak bernobat dalam anak buahnya,
Orang banyak bernobat dalam terataknya.
Salah hamba kepada tuan,
Salah murid kepada guru,
Salah anak kepada bapa,
Salah bini kepada laki,
Titah dijunjung sepenuh-penuh kepala,
sabda dipikul seuntuk-untuk bahu.

Kelebihan umat dengan muafakat,
Klebihan nabi dengan mukjizat,
Bualat air kerana pembentung,
Bulat manusia kerana muafakat,
Air melurut dengan bundarnya,
Benar melurut dengan pakatnya,
Negeri tumbuh dengan adatnya,
Muafakat lalu di dalam gelap,
Dapat lalu di tengah terang,
Hilang adat kerana muafakat,
Hidup dikandung adat,
Mati dikandung bumi,
Bujur lalu melintang patah,
Makanan adat dengan pusaka.
Kata orang kata bercalun, (kata berbalok),
Kata pegawai kata berhubung,
Kata hulubalang kata tunggal,
Kata undang kata perhiasan,
Kata raja kata berliput,
Kata mualim kata hakikat,
Kata adat kata nan benar.

Berdiri meninjau jarah,
Duduk meraut ranjau,
Menyerudup galas lalu,
Menyelam minum air,
Lain biduk lain galang,
Kaki terdorong, badan binasa,
Cepat tangan, dapat hutang,
Mulut berkata-kata, emas akan padahnya,
Terpijak benang arang, hitam tapak kaki.

TALIBUN

Talibun
Definisi umum bagi talibun menurut Kamus Dewan (2005) ialah sejenis puisi lama yang terdiri daripada empat baris, enam baris, atau dua puluh baris yang bersajak di hujungnya. Talibun disebut juga dengan nama seromba dan mempunyai bentuk yang hampir sama dengan prosa lirik atau prosa berirama[8]. Walau bagaimanapun, talibun berbeza dengan prosa lirik dan prosa berirama kerana talibun merupakan sebahagian sahaja daripada cerita yang diambil prosa lirik.
Talibun mengungkap persoalan yang berbagai bergantung kepada konteks cerita induknya. Lazim isi talibun berkisar kepada pelbagai perkara dan objek; seperti senjatapakaian,kenderaannegeriperlakuan manusiafenomena alamperasaan, dan tradisi yang terdapat dalam sesebuah cerita lipur lara.

Talibun atau juga dikenali sebagai sesomba adalah satu puisi yang bentuknya, rangkapnya, jumlah baris dalam rangkap, jumlah kata dalam baris, irama, yang tidak tetap. Talibun merupakan bentuk puisi yang terdiri daripada beberapa rangkap dan setiap baris dapat melengkapkan keseluruhan idea.
Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:-
  • Ia merupakan sejenis puisi bebas
  • Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian
  • Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci
  • Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita
  • Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya
  • Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang berirama seperti pengulangan dll)
  • Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara
  • Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara

Tema Talibun 

Tema talibun biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut. Contohnya seperti berikut:-
  • Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll
  • Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa
  • Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang
  • Mengisahkan kecantikan seseorang
  • Mengisahkan kelakuan dan sikap manusia

Contoh Talibun

Tengah malam sudah terlampau
Dinihari belum lagi nampak
Budak-budak dua kali jaga
Orang muda pulang bertandang
Orang tua berkalih tidur
Embun jantan rintik-rintik
Berbunyi kuang jauh ke tengah
Sering lanting riang di rimba
Melenguh lembu di padang
Sambut menguak kerbau di kandang
Berkokok mendung, Merak mengigal
Fajar sidik menyinsing naik
Kicak-kicau bunyi Murai
Taktibau melambung tinggi
Berkuku balam dihujung bendul
Terdengar puyuh panjang bunyi
Puntung sejengkal tinggal sejari
Itulah alamat hari nak siang
(Hikayat Malim Deman)



Saturday 14 July 2012

SAJAk

Fungsi dan Peranan Sajak

Secara umumnya, sajak adalah puisi bebas. Penulisan sajak mestilah berbentuk bebas. Penyair atau penyajak boleh menggunakan bahasa sebebasnya; mungkin mengikut gaya tersendiri atau mengikut gaya orang lain sebagai permulaan. Tetapi di akhirnya menggunakan gaya yang tersendiri. Sajak merupakan bentuk puisi bagi meluahkan perasaan secara halus dan berseni. Nukilan puisi melalui sajak mencerminkan jiwa dan perasaan dalam apa juga keadaan.


Ciri-Ciri dan Bentuk Sajak

1.

Tema

 
Tema merupakan persoalan utama yang hendak disampaikan dalam sajak, contohnya tema kemanusiaan, kasih sayang dan cinta akan negara.
2.

Persoalan

 
Persoalan pula merupakan perkara sampingan yang hendak disampaikan. Misalnya, sesebuah sajak akan menyelitkan persoalan kasih sayang, kemarahan, dan kekecewaan dalam sajak tersebut.
3.

Bentuk

 
Jenis bentuk, bilangan rangkap, jumlah baris, jumlah suku kata dalam baris, jumlah perkataan dalam baris dan rima akhir setiap baris.
4.

Gaya Bahasa

 
i.
Perbandingan
 
(a)
Metafora
Perbandingan yang tidak jelas. Penggunaannya secara langsung tanpa menggunakan perkataan seperti, bak, umpama.
 
(b)
Hiperbola
Gaya bahasa yang keterlaluan. Biasanya digunakan untuk memberi penekanan maksudnya berhubung dengan perasaan dan suasana.
 
(c)
Personofikasi
Benda yang tidak hidup, peristiwa atau keadaan diberi perbandingan dengan  manusia.
 
(d)
Simile
Membandingkan sesuatu keadaan, suasana, peristiwa diberi perbandingan dengan manusia.
 
ii.
Penggunaan ayat
Inversi  - Gaya bahasa yang menyongsangkan ayat.
 
iii.
Pengulangan
Anafora / Epifora /  Simplok
Memperlihatkan aspek pengulangan perkataan dalam setiap perkataan di awal ayat( anafora), tengah ayat ( simplok), dan akhir ayat (epifora).
 
iv.
Unsur Bunyi
Asonansi   _ pengulangan bunyi vokal ( a,e,i o,u)
Aliterasi     -  pengulangan bunyi konsonan
 
v.
Nada
Nada Melankolik  -  Menggambarkan suasana sedih
Nada Patriotik      -  Menggambarkan penuh perasaan
Nada Sinis           -  Menggambarkan perasaan kurang senang.
Nada Protes        -   Menggambarkan perasaan menentang
Nada Romantik   -   Menggambarkan perasaan yang tenang


Contoh Sajak 

Selagi kita tidak dapat keluar dari gua hitam
Selagi itulah kita pengkhianat kemerdekaan
Tak siapa dan bukan siapa
Sesiapa sahaja yang melakukan.
Kemerdekaan di tanah air ini
Bukan pesta jembalang menari
Dan mengilai di pelabuhan retak, tapi
Landasan yang semestinya maruah dan keperibadian suci
Dan setiap pesongan jati diri yang unggul ini
Akan dicaci sehabis benci.


Hasil Ciptaan 

Dadah
Tika dulu kau bagai penawar
Mengukir sejarah di bidang perubatan
Penyelamat nyawa tika kesakitan
Namun kini
Martabatmu begitu hina
Hadirmu bak najis semata
Kau hanyalah pemusnah
Generasi dunia
Dadah
Kau umpama racun yang mengalir
Dalam pembuluh darah
Bagai jarum yang ditusuk hingga ke tulang
Perit..
Pedih..
Dadah
Kau durjana
Hadirmu membawa derita
Khayalan sementara cuma
Imaginasi dusta di bumi nyata
Membawa kesedihan
Mengundang derita sengsara
Dan mengusu
ng
Kematian..

SELOKA

Peranan dan Fungsi Seloka

Fungsi seloka amat terbatas, secara umum, seloka dapat menggambarkan masyarakat yang melahirkannya iaitu masyarakat yang amat mementingkan keharmonian dan ketatasusuilaan. Bersesuaian dengan sifat halus orang Melayu, puisi seloka digunakan untuk mengkritik sebarang perlakuan negatif anggota masyarakat tanpa menyinggung perasaan individu sasaran. Puisi Seloka tidak digunakan secara meluas sebagaimana peribahasa atau teromba. Fungsinya amat bergantung kepada isinya iaitu:
a.         Untuk menyindir seseorang
b.         Untuk mengejek seseorang
c.         Untuk menempelak seseorang
d.         Untuk melahirkan rasa benci terhadap sesuatu kelakuan manusia
e.         Untuk memberi pengajaran dan panduan kepada seseorang
f.          Sebagai alat kawalan sosial / protes sosial.

Ciri-Ciri Seloka

Ciri-ciri Seloka
Seloka mempunyai beberapa ciri seperti berikut :
i) Karangan berangkap yang memakai pertentangan bunyi rima hujung yang bebas.
ii) Terbahagi kepada unit pembayang (induk kalimat) dan unit maksud (anak kalimat)
iii) Perkataan sindiran atau ejekan disampaikan dalam bentuk berangkap.
iv) Mengandungi unsur jenaka atau gurau senda
v) Digunakan untuk menyindir sambil mengajar.

Contoh Seloka


Seloka Pak Pandir

Anak dipijak,dagang dijinjing
Kucing dibunuh, tikus dibela
Harta habis, badan tergadai
Mendengar gelagak dagang
Tak sedar bertelanjang
Mendengar guruh di langit
Air tempayan dicurahkan
Mulut kena suap pisang
Buntut kena cangkuk onak
Gunting makan di hujung
Pak Pandir juga yang menanggung
Apa didengar gelagat dagang
Gelagak rambutan jantan
Orang berbunga dia berbunga
Orang berbuah dia haram
Kilat memancar hujang tak lalu
Awak juga berkecundangan
 
Hasil Ciptaan

Anak Bertuah

Bertuahnya anak aku*

Belajar pandai sampai universiti;

Kerja besar gaji besar

Bini cantik kereta antik

Rumah pula tepi bukit

Aku juga sakit-sakit

Bertuahnya anak aku;*

Meeting sana meeting sini

Dalam negeri luar negeri

Kampung laman tak peduli

Ayah sakit ibu mati apa peduli;

Buat duit atas duit

Baju koyak seluar carik

Bertuah sungguh anak aku

 


 
 

SYAIR

Fungsi/peranan syair dalam masyarakat
  1. Sebagai sumber ilmu pengetahuan.
  2. Sebagai sumber hiburan.
  3. Sebagai sumber mengisi masa lapang.
  4. Sebagai sumber dakwah/penyebaran agama Islam.
  5. Sebagai sumber nasihat/pengajaran/memberi kesedaran/keinsafan.
  6. Sebagai sumber sejarah dan budaya.
  7. Sebagai media komunikasi dalam masyarakat. 
 Ciri-ciri dan Bentuk Syair
Cir
Lazimnya dalam syair Melayu bentuk yang biasa ditemui ialah empat baris serangkap dengan rima akhirnya a/a/a/a. Walaupun begitu terdapat juga bentuk-bentuk yang lain.
Keseluruhannya, syair Berendoi ini mempunyai empat baris serangkap dan terdapat empat perkataan dalam sebaris. Ini dapat dilihat seperti berikut:
Ibu bapamu berdoa selalu
Supaya kamu dimasukkan iman
Inilah saja pesan ibumu
Sabar itu kepala ilmu
Manakala bilangan sukukatanya terdiri di antara 9 hingga 12 suku kata.
Contoh:
Ib/u ba/pa/mu ber/do/a se/la/lu (11 suku kata)
Su/pa/ya ka/mu di/ma/suk/kan i/man (11 suku kata)
I/ni/lah sa/ja pe/san i/bu/mu (10 suku kata)
Sa/bar i/tu ke/pa/la il/mu ( 9 suku kata)
Syair Berendoi juga mengambil bentuk syair namun terdapat sedikit perubahan pada susunan rima akhirnya. Dalam syair ini, terdapat beberapa pola susunan rima akhir, antaranya :
i. a/a/a/a
Bentuk ini cukup biasa ditemui dalam syair Melayu dan penggunaannya begitu dominan sekali. Dalam syair Berendoi, penggunaan susunan rima akhir a/a/a/a ini dapat dilihat dalam rangkap berikut :
Dua puluh lima rasul pilihan
Nama tersebut di dalam Al-Quran
Martabat yang tinggi dilebihkan tuhan
Hendaklah kita imankan
Mula pertama nabi Allah Adam
Nenek manusia kafir dan Islam
Mula asalnya dari Islam
Di tempat Jibarail tanah segenggam
Dalam rangkap 1 di atas, rima akhir setiap ungkapan ialah a/a/a/a dengan bunyi suku kata an/an/an/an manakala rangkap 2 juga mempunyai rima akhir a/a/a/a dan bunyi suku katanya am/am/am/am
ii. a/b/a/b
Susunan rima akhir a/b/a/b ini ditonjolkan melalui seperti berikut dengan bunyi suku kata an/ta/an/ta, iaitu :
Ayuhai budak yang cantik rupawan
Lahirlah kamu ke alam nyata
Untuk berbakti kepadanya tuhan
Dunia akhirat wajib serta
iii. a/a/a/b
Susunan rima kahir ini terdapat dalam rangkap terakhir dalam syair Berendoi ini seperti berikut :
Ilmu yakin mula pertama
Dipetualah sekalian ulama
Itulah menjadi pakaian kita
Kepada Allah kita berserah
Dalam aspek ini umumnya dari segi bentuk, syair berendoi ini adalah menepati dengan ciri-ciri yang berikan oleh Harun Mat Piah (1989:231-239):
i. dua baris serangkap, dengan rima a-b,a-b dan seterusnya.
ii. Tiga baris dengan rima a-a-b, a-a-b dan seterusnya.
iii. Empat baris dengan rima a-a-a-a.
iv. Empat baris dengan rima a-b-a-b
v. Empat baris dengan rima a-a-b-b.
vi. Empat baris dengan skema rima a-a-a-b, c-c-c-b, d-d-d-b dan seterusnya.
vii. Empat baris dengan skema rima a-a-a-b, c-c-c-d, e-e-e-f dan seterusnya.
viii. Empat baris serima (monorhyme)
ix. Empat baris dalam bentuk berkait.
Jika diteliti, biasanya dalam setiap satu baris syair, akan terdapat hentian pendek di pertengahan barisnya menjadikan baris tersebut terbahagi kepada dua. Pembahagian ini menjadikan adanya timbangan dalam pengucapan dan apalagi dalam lagu dan nyanyian di mana syair digunakan (Harun Mat Piah,1989:226). Dalam syair berendoi, hentian ini terdapat dalam setiap baris dan ianya jelas dapat dikesan apabila syair ini dilagukan.


Contoh Syair 


Dua puluh lima rasul pilihan
Nama tersebut di dalam Al-Quran
Martabat yang tinggi dilebihkan tuhan
Hendaklah kita imankan


      Ayuhai budak yang cantik rupawan
      Lahirlah kamu ke alam nyata
     Untuk berbakti kepadanya tuhan
     Dunia akhirat wajib serta

Hasil Ciptaan 


Dengarkan tuan guru berperi,
Kepada anak murid muda bestari,
Nasihat kebajikan tuan guru beri,
Amalkan jangan malas dan ngeri.

Menuntut ilmu janganlah segan,
Ilmu yang benar jangan yang bukan,
Iaitu ilmu yang kebajikan,
Di kitab ini sudah disebutkan.